Budidaya Ikan Patin Pangasius Djambal

Ikan Patin (Pangasius djambal, P. hypophthalmus) merupakan salah satu jenis lele-lelean yang banyak dibudidayakan selain ikan lele. Produksi Asia Tenggara tahun 2001 mencapai 250.000 ton. Ikan patin yang banyak di budidayakan adalah species Pangasius hypophthalmus yang didatangkan dari Thailand.

budidaya ikan patin dengan produk viterna

Setelah dilakukan penelitian melalui kerjasama dengan Deplu Perancis (Institute de Recherche pour le Development, IRD) ditemukan species patin unggul asli indonesia, yaitu Pangasius djambal. Patin jenis ini hidup di sungai-sungai besar di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Pangasius djambal mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena ukuran maksimumnya lebih dari 1 meter. Daging patin ini berwarna putih sehingga lebih disukai daripada daging Pangasius hypophthalmus yang berwarna kuning. Daging ikan patin jenis Pangasius djambal disukai tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di pasar Asia, Eropa, dan Amerika Utara (Komarudin, O., et.al., 2005).

Ikan patin hidup di sungai-sungai besar di Sumatera (Way Rarem, Musi, Batanghari, dan Indragiri), Jawa (Brantas dan Bengawan Solo), dan Kalimantan (Kayan, Berau, Mahakam, Barito, Kahayan dan Kapuas). Selain di sungai-sungai besar, patin juga terdapat di waduk-waduk. Menurut Gustiano (2003), di Indonesia terdapat 13 species patin yang terbagi dalam 3 genus. Bila ditambah dengan Pangasius hypophthalmus yang berasal dari Thailand, berarti ada 14 species patin, terbagi dalam 4 genus.

keaneka ragaman species keluarga ikan patin tersebar secara tidak merata di setiap sungai utama dengan tingkat keanekaragaman spesies yang besar di Sumatera. Sedangkan di Kalimantan terjadi tingkat endemitas yang tinggi. Spesies ikan disebut endemik apabila penyebaran alaminya terbatas pada satu sistem badan air. Contohnya, Pangasius reophillus di Sungai Kayan dan Sungai Berau (Gustiano, R., et al., 2005)

Berdasarkan ilmu taksonomi, ikan patin mempunyai ordo (bangsa), dan subordo (subbangsa) yang sma dengan ikan lele.

Klasifikasi ikan patin secara lengkap adalah sebagai berikut :
Fillum : Chordata
Subfillum (Anak Fillum) : Vertebrata
Klas : Pisces
Subklas (Anak Kelas) : Actinopterygii
Infra Class : Teleostei
Super Ordo (Bangsa) : Ostariophysi
Ordo : Siluriformes
Subordo (Anak Bangsa) : Siluroide
Famili (Suku) : Pangasidae
Genus (Marga) : Pangasius
Spesies (Jenis) : Pangasius djambal

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh yang memanjang, tidak bersisik dan bertubuh licin. Warnatubuh putih keperakan dan berkilau. Pada waktu muda, warna putih keperakan sangat mencolok, tetapi setelah dewasa akan menjadi agak pudar.

Kepala patin relatif kecil, dengan mulut yang terletak di ujung kepala sebelah bawah. pada sisi mulutnya terdapat sungut berjumlah 2 pasang. Sungut berfungsi sebagai peraba saat berenang. patin memiliki patil pada sirip punggung dan sirip dada. Sirip duburnya panjang, dimulai dari belakang dubur hingga pangkal sirip ekor (Anonim : Balai Pengembangan Budi Daya Perikanan Air Tawar, 2005).

Ikan patin lebih banyak menetap di dasar perairan dibanding di permukaan. Patin memang ikan dasar (demersal). Hal ini dapat dilihat dari bentuk mulutnya yang melebar sebagaimana mulut ikan-ikan demersal. Di sengai tempat asalnya, patin selalu bersembunyi di dalam liang di tepi sungai. Keluar dari liang persembunyian setelah hari gelap. Ikan patin bersifat nokturnal, aktif pada malam hari (Anonim : Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar, 2005).

Larva patin makan pakan alami yang berupa binatang renik seperti kutu air dari golongan Daphnia, Cladocera dan Copepoda. Selain itu juga makan berbagai jenis cacing, larva, jentik nyamuk, siput kecil, dan udang-udangan kecil. Ikan patin memijah sepanjang musim penghujan (November - Maret). Pada akhir musim penghujan benih ikan patin biasa bergerombol di permukaan air sungai, terutama saat menjelang subuh.

Pada budidaya pembenihan, ikan patin tidak bisa berproduksi secara spontan seperti pada kebanyakan species ikan. Produksi bibit ikan dimungkinkan melalui pemberian hormonik yang merangsang ovulasi dan kemudian diikuti dengan pembuahan buatan.

Di Indonesia terdapat banyak jenis ikan patin lokal asli Indonesia. Menurut Gustiano (2005), di Indonesia terdapat 13 spesies lokal yang terbagi dlam 5 genus (marga), dan 1 spesies introduksi dari Thailand. Dari sekian spesies lokal yang sangat prospektif untuk dikembangkan adalah Pangasius djambal.

a. Genus Pangasius Valenciennes, 1840, terdiri dari 10 species. Semua species lokal mempunyai 6 sirip perut dan moncong bagian depan yang kuat. Lubang pencium bagian belakang dekat dengan bagian depan dan di atas lubang pencium bagian depan dan lingkaran.

  1. Pangasius lithosoma, Robert, 1989. Bersifat endemis di sungai kapuas kalimantan barat, mempunyai ciri gigi vomerine tanpa perpanjangan sisi.
  2. Pangasius humeralis, Robert, 1989. Bersifat endemis di sungai kapuas, mempunyai ciri gigi vomerine tanpa perpanjangan sisi.
  3. Pangasius nieuwenhuisii, Popta, 1904. Disebut ikan lawang, bersifat endemis di sungai mahakam, Kalimantan Timur, mempunyai ciri gigi vomerine tanpa perpanjangan sisi.
  4. Pangasius makronema, Bleeker, 1851. Tersebar di Sungai Kahayan. Dikenal dengan nama lokal ikan rios, riu, lacing. Cirinya, mempunyai gigi vomerin dengan perpanjangan sisi. Panjang sungut rahang atas 100,5 - 203,9 % dari panjang kepala.
  5. Pangasius polyuranodon, Bleeker, 1852. Tersebar luas di Sungai Barito, Brantas, Bengawan Solo, Batanghari, Indragiri, Way Rarem. Nama lokalnya adalah ikan juaro. Cirinya, mempunyai gigi vomerine dengan perpanjangan sisi. Panjang sungut rahang atas kurang dari 100,5 panjang kepala. Panjang pedrosal (jarak dari ujung mulut sampai duri keras sirip punggung pertama) 25,1 - 31,2 % panjang standar.
  6. Pangasius mahakamensi, pouyaud, Gustiano, Teugels, 2002. Bersifat endemis di sungai mahakam, KalimantanTimur. cirinya, mempunyai gigi vomerine dengan perpanjangan sisi. Panjang sungut rahang atas kurang dari 100,5 panjang kepala. Panjang pedrosal 30,1-32,7 % dari panjang setandar.
  7. Pangasius kunyit, Pouyoud, teugels, dan Legendre,1999. Tersebut luas disungai Musi, Batanghari, Indragiri, Barito, Kahayan, Kapuas. Nama lokasinya :patin kunyit. Cirinya, mempunyayi gigi vomerine dengan perpanjang sisi. jarak dari ujung mulut ke isthmus ( celah pada hulu kerongkongan ) yang pendek.
  8. Pangasius rheohilus, pouyoud dan teuglels, 2000. Bersifat endemis di sungaikayan dan sungai bereu, Kalimantan timur. Cirinya, mempunyai gigi vomerine dengan perpanjangan sisi. Lebar sirip Keras punggung antara 4,7-6,2 %panjang kepala.
  9. Pangasius nasutus, Bleeker, 1846. Tersebar luas di sungai Brantas, Bengawan solo Barito dan kahayan.Disebut sebagai ikan pedado. Cirinya, mempunyai gigi vomirine dengan perpanjang sisi, mempunyai 16-24 tapis insang pada lengkung insang pertama.
  10. Pangasius djambal.Bleeker, 1846. Tersebar luas disungai Way Rarem, Musi, Brantas, Bengawan solo, Barito, Kahayan. Cirinya, mempunyai gigi vomerine dengan perpanjangan sisi, mempunyai 27-39 lapis insang pada lengkung insang pertama.
b. Genus Pteropangasius Fowler, 1937, terdiri dari satu sepesies.mempunyai 6 sirip perut, moncong 
bagian depan kuat. Lubang pencium bagian belakang dekat dengan bagian depan dan di atas lubang pencium bagian depan dan lingkaran.
c. Pangasius micronemus Bleeker, 1947. Nama lokal: ikan wakal, rius caring . mempunyai mata relatif besar, sungut rahang atas pendek, sirip pungung dandada relatif kecil.
d. Genus Helicophagus wleeker, 1858. Ada dua sepesies: ikan dengan dua sirip perut dan moncong ramping. Lubang pencium bagian belakang terletak antara lubang pencium depan dan oriba ( ronga tempat bola mata ).

  1. Helicophagus typus, Bleeker, 1858. Tersebar luas di sungai Musi, Batanghari, Indragiri, Barito, kahayan, Kapuas.
  2. Helicophagus Waandersii, Bleeker, 1858. Tersebar luas di sungai Musi batanghari Indragiri.
e. Genus Pangasianodon Chevery, 1930, di intoduksi dari thailand untuk kepentingan akualakutur.
f. Pangasius hypopthalmus. merupakan sepesies ikan menyebar di sentra budi daya ikan patin. Cirinya, mempunyai 6-8 sirip perut, ukuran pedrosal yang panjang, sirip keras, punggung membulat.
(Gustiano R., et al, 2005)

TABEL STANDAR KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA IKAN PATIN
Parameter Kualitas Air
Standar Kualitas Air
Suhu
28 – 32 °C
pH
6 - 7
Oksigen Terlarut (DO)
4,5 – 6,5 mg/lt
NH3
< 0,05 ppm
Transparansi
40 – 60 cm
Karbondioksida (CO2)
9 – 20 ppm
Nitrit ( NO2 )
< 0,05 ppm
Alkalinitas
> 20 mg/lt
Kesadahan Total
> 20 mg/lt
(Anonim, Balai Pengembangan Budi Daya Air Tawar, 2005).
Agar budidaya ikan patin mendatangkan keuntungan yang optimal, maka harus dilakukan pengelolaan tempat budidaya, benih, kualitas air, pakan, dan pengendalian penyakit.

Berikut ini diuraikan kunci sukses pembesaran ikan patin:
a. Tempat Budidaya. Budidaya ikan patin lebih efektif jika dilakukan pada kolam air deras, walau juga bisa dibudidayakan di kolam air tenang. Budidaya pada ikan air deras bisa dilakukan apabila suatu lokasi mempunyai debit air >20 liter/detik. Ikan patin juga bisa dipelihara di karamba yang diletakkan di sungai atau saluran irigasi. Lokasi yang digunakan untuk meletakkan karamba harus di pilih yang tidak tercemar limbah kimia berbahaya.
b. Benih. Benih merupakan komponen yang sangat penting untuk diperhatikan dalam suatu budidaya, termasuk budidaya ikan patin. Benih ikan patin yang ditebar untuk pembesaran secara intensif adalah yang berukuran 20 gr. Benih patin ukuran tersebut untuk dapat dipanen dengan bobot 200 gr membutuhkan waktu 2,5 bulan. Bila dipanen dengan bobot 400 - 500 gr maka membutuhkan waktu 5 bulan.
Padat tebar benih ikan dengan berat 20 gram, menurut jenis wadah budidaya secara intensif adalah : 
  • Kolam Air Deras ( KAD ) : 50 ekor/meter kubik (m3).
  • Karamba : 25 ekor/m3.
  • Karamba Jaring Apung ( KJA ) : 50 ekor/m3.
Benih yang baik mempunyai kriteria tubuh normal, pergerakan aktif dan lincah melawan arus ataupun terhadap rangsangan dari luar, serta berukuran seragam.
c. Pengelolaan Pakan. Pemberian pakan harus dalam jumlah yang tepat, tidak berlebih maupun kurang. Pakan yang berlebih akan menurunkan kualitas air karena pembusukan sisa pakan, sedangkan kekurangan pakan akan mengakibatkan pertumbuhan ikan budidaya menjadi lambat. pakan ikan yang diberikan pada ikan patin bisa dibuat sendiri atau dengan membeli. Kandungan protein minimal adalah 25%. Dalam sehari jumlah pakan yang diberikan 3% dari berat total ikan aktual berdasarkan biomass. Jumlah tersebut dibagi menjadi tiga untuk diberikan pada pagi hari, siang hari dan malam hari. Misalnya berat rata-rata ikan 100 gr, populasi dalam kolam 10.000. Berarti biomass dalam kolam 1.000 kg. Jumlah pakan per hari adalah 1.000 kg  x 3% : 30 kg. Dalam sehari pakan yang diberikan adalah 30 kg, diberikan 3 kali, masing-masing sekitar 10 kg. Nafsu makan ikan dipengaruhi suhu air. Pada pagi nafsu makan ikan kurang baik. Oleh karena itu jumlah pakan yang diberikan di pagi hari dikurangi untuk diberikan pada siang hari dan sore hari.
d. Pengelolaan Kualitas Air. Budidaya pada kolam air deras dan karamba perlu selalu memperhatikan kualitas iar yang digunakan untuk budidaya. Apabila kondisi air berbahaya bagi kehidupan ikan maka harus dilakukan tindakan penyelamatan. Pemakaian KJA untuk budidaya perlu memperhatikan lokasi perairan. Bila sudah melebihi 1% dari total luas perairan, KJA sebaiknya tidak digunakan.
e. Pencegahan Penyakit. Budidaya ikan patin yang dilakukan di kolam air deras, karamba, atau karamba jaring apung, airnya terus berganti sehingga serangan penyakit relatif jarang terjadi. Untuk mengantisipasi agar hama penyakit tidak menyerang :

  1. Untuk kolam air deras, sebelum diisi air, awali dengan pengeringan kolam selama 14 hari. Dasar kolam diberi kapur.
  2. Jaga sanitasi lingkungan.
  3. Penebaran benih ikan dalam jumlah optimum, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.
  4. Pemberian pakan tidak berkurang.
  5. Hindari masuknya binatang lain seperti burung, siput, kepiting, yang bisa membawa penyakit.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Budidaya Ikan Patin Pangasius Djambal"

Posting Komentar